Penggunaan Dana Hibah GMIM: Transparansi dan Tuntutan Masyarakat

Sulut1news.com, Manado – Kasus dugaan penyalahgunaan dana hibah Pemprov Sulut yang disalurkan kepada Sinode GMIM terus menjadi sorotan. Akademisi Universitas Sam Ratulangi, Prof. Dr. Ir. Janny Kusen, MSc, turut angkat bicara mengenai permasalahan yang kini tengah diinvestigasi oleh Polda Sulut. Menurut laporan yang diterbitkan CahayaManado.com , fakta bahwa kasus ini sudah memasuki ranah hukum menunjukkan adanya indikasi masalah, meskipun proses penyelidikan masih berlangsung.

“Perlu diingat, semua pihak harus memegang prinsip praduga tak bersalah. Namun, jika sejumlah pejabat Pemprov Sulut, pimpinan Bank SulutGo, dan Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM sudah diperiksa, maka kemungkinan ada laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dana tersebut,” jelas Prof. Janny dalam keterangannya baru-baru ini.

Ia juga mempertanyakan siapa sebenarnya decision maker atau pengambil keputusan utama dalam kasus ini. Saat ditanya apakah hal ini melibatkan Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Ketua BPMS GMIM Pdt. Hein Arina, ia menjawab, “Bisa saja mengarah ke sana, tetapi hasil penyelidikan dan auditlah yang akan menentukan.”

Polemik WTP dan Transparansi
Prof. Janny juga menyoroti kejanggalan terkait penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima Pemprov Sulut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, jika audit sudah dilakukan dan Pemprov Sulut menerima WTP, maka seharusnya tidak ada masalah dalam pelaporan keuangan, termasuk dana hibah yang diatur dalam APBD. "Penghargaan WTP ini patut dipertanyakan keakuratannya, terutama jika ada dugaan penyalahgunaan," tegasnya.

Ia pun mengkritik pernyataan Kapolda Sulut, Irjen Pol Roycke Langie, yang mengaitkan kasus ini dengan pelaksanaan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran. “Proses hukum ini seharusnya didasarkan pada peraturan yang sudah ada, bukan karena agenda pemerintahan tertentu,” ujar Prof. Janny.

Tuntutan Transparansi dari Internal GMIM
Sementara itu, Ricky Montong, mantan Bendahara Sinode GMIM, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Data, Informatika, dan Litbang, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap transparansi penggunaan dana hibah. Ia menyebutkan bahwa dana tersebut diterima secara administratif oleh Ketua BPMS GMIM, Pdt. Hein Arina, namun penggunaannya kurang jelas.

“Salah satu contoh adalah pembangunan gedung rektorat dan asrama Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) senilai Rp17 miliar. Saya mempertanyakan sumber anggarannya, tetapi tidak mendapat jawaban pasti,” ungkap Ricky. Ia juga menambahkan bahwa sebagian dana hibah disalurkan langsung oleh Gubernur Sulut kepada jemaat tertentu, sehingga tidak semua tercatat dalam rekening Sinode GMIM.

Ricky menegaskan, meskipun ia menandatangani penerimaan dana hibah tersebut, dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) secara resmi ditandatangani oleh Ketua BPMS. “Saya juga ingin meluruskan, bukan saya yang melaporkan kasus ini ke Polda. Jika saya yang melapor, mengapa saya juga ikut diperiksa?” ujarnya.

Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Menurut Prof. Janny, hasil penyelidikan Polda Sulut dan audit BPK akan menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan ini. “Transparansi adalah hal yang sangat dibutuhkan masyarakat dan jemaat. Siapa pun yang terbukti bersalah, harus dihukum sesuai hukum yang berlaku,” katanya.

Dengan munculnya berbagai pertanyaan terkait penghargaan WTP, penggunaan dana hibah, serta mekanisme transparansi di internal GMIM, kasus ini menjadi ujian bagi prinsip good governance dan akuntabilitas di Sulawesi Utara.
(EL)

Posting Komentar

0 Komentar