Sulut1news.com, Manado – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tema "Kajian Evaluasi dan Pemilihan Tahun 2024: Tata Kelola Pemilu di Indonesia Sebagai Penguatan Kualitas Demokrasi". Bertempat di Grand Puri Hotel, Manado, Jumat (20/12/2024), acara ini menghadirkan para pakar seperti Ferry Liando, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi Manado, serta Reidy Sumual, anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Utara.
Diskusi ini menjadi ajang strategis untuk mengurai berbagai persoalan terkait penyelenggaraan Pemilu 2024, dari transparansi hingga keadilan, sekaligus menawarkan rekomendasi untuk memperkuat tata kelola pemilu di Indonesia.
Transparansi dan Pencegahan Korupsi Jadi Sorotan
Dalam pembahasannya, Reidy Sumual menggarisbawahi pentingnya penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Keterbukaan informasi adalah fondasi untuk mencegah korupsi dan memastikan kepercayaan publik terhadap proses pemilu," tegasnya. Ia juga menyoroti bahwa pengelolaan anggaran pemilu harus bebas dari penyimpangan untuk menjaga integritas demokrasi.
Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu
Diskusi ini menggali berbagai tantangan Pemilu 2024, mulai dari persiapan peserta hingga hak-hak pemilih. Salah satu isu yang dibahas adalah efektivitas koordinasi antara tiga lembaga penyelenggara, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurut Ferry Liando, sistem unik ini sebenarnya bertujuan memperkuat transparansi, tetapi praktiknya seringkali masih menghadapi kendala.
Ia juga menyoroti penurunan partisipasi pemilih di Pilkada yang mencapai angka kurang dari 60% di beberapa daerah. "Kelelahan politik yang dirasakan masyarakat, akibat jadwal Pilkada yang berdekatan dengan Pilpres, menjadi salah satu penyebab utama," ungkap Ferry.
Tantangan Sosial dan Politik
Selain aspek teknis, faktor sosial-politik juga menjadi tantangan besar. Salah satunya adalah potensi penyalahgunaan sumber daya negara untuk mendukung kandidat tertentu. "Ketika ASN, TNI, atau Polri dimobilisasi untuk kepentingan politik, itu menciderai demokrasi," ujar seorang narasumber.
Sementara itu, tantangan digitalisasi pemilu turut menjadi perhatian. Di wilayah terpencil dengan akses internet terbatas, penerapan teknologi pemilu dianggap masih belum optimal. "Digitalisasi seharusnya menjadi solusi, bukan sumber masalah baru," tambah Reidy.
Harapan untuk Pemilu Berkualitas
Dialog interaktif yang digelar dalam diskusi ini menghadirkan berbagai pandangan segar, termasuk dari Ketua PWI Kota Manado, Joppy Senduk. Ia mengkritisi kesan kurang transparannya penanganan pelanggaran pemilu oleh Bawaslu, yang menurutnya perlu diperbaiki untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Diskusi ini pun ditutup dengan seruan optimisme. Bawaslu berharap hasil kajian ini menjadi pijakan untuk menghadirkan Pemilu 2024 yang lebih inklusif, transparan, dan adil.
"Pemilu bukan hanya sekadar memilih, tetapi juga mencerminkan kualitas demokrasi bangsa. Semua pihak, mulai dari pemerintah, penyelenggara, hingga masyarakat, harus berkontribusi menjaga kejujuran dan integritas proses pemilu," tutup salah satu pembicara dengan tegas.
(ELVIS)
0 Komentar